JILID I
OLEH: HERMAN PRATIKTO
Menonton pertunjukan wayang
kulit,bukan seperti menonton film untuk sekedar mencari hiburan.Tetapi lebih
bersifat kejiwaan atau kerohanian.
Kita diajar
mengenal diri sendiri dan kehidupan yang konkrit.
Dan ternyata pagelaran wayang
kulit,bukan pertunjukan pengalaman batiniah orang jawa semata,tetapi pengalaman
hidup manusia universil.
1.1 Kehidupan ini seperti drama diatas
panggung.Gubahan sandiwara klasik pujangga agung William Shakespeare yang hidup
pada abad ke XVI (Inggris),seringkali mengesankan kata-kata simbolik itu.Dan
hidup didalam simbolisme wayang,menyatakan demikian pula.
1.2 Wayang adalah simbol manusia yang monodualis (dwi tunggal).Raga dan jiwa.
Maka wayang merupakan bahasa
kehidupan yang konkrit.Mengajar kita untuk mengenal hidup dan kehidupan kita
sendiri.
1.3 Karena wayang adalah simbol kehidupan
manusia,maka terpantullah peragaan perwatakan insani.Tingkah
laku,peringai,fiil,cita rasa,angan-angan,sir,cipta,rasa,karsa,budi,dan pribadi
yang utuh sebagai makhluk sosial dan umat Tuhan.
1.4 Para ahli sudah bersepakat,bahwa cerita
wayang bukan sejarah.Tetapai lebih dititik-beratkan kepada lambang
kehidupan.Itulah sebabnya,cerita wayang pada hakekatnya menampilkan ajaran m o
r a l dan pengarahan cita rasa yang luhur.
Kita diajar bagaimana harus hidup
individu,sebagai anggota keluarga,tata atur didalam pergaulan formil (di
perguruan,ditengah pertemuan resmi dsb) dan di dalam masyarakat.Juga dibimbing
sebagai umat Tuhan yang senantiasa ingat kepada-NYA.
Kita diajar bersikapdan
berbuat.Diajar menentukan pilihan yang cepat.Sebab manusia hidup ini akan
selalu dihadapkan kepada masalah menentukan pilihan.
Kekiri atau kekanan? Ya atau tidak?
Ke atas atau ke bawah? Dia atau yang lain? Bila memutuskan kekiri,berarti sudah
memilih.Menentukan ke kanan,sudah memilih.
Bahkan bersikap tidak kekiri atau
kekanan,berarti sudah memilih juga.
Soalnya sekarang bagaimana
memilih sesuatu dengan cepat dan tepat? Dalam cerita wayang banyak kita temukan
tamsil demikian .Perumpamaanya,sebab-musabab dan akibatnya.
Tetapi yang lebih pentiing,wayang
dapat membentuk watak,peringai,fiil
dan budi pekerti yang baik.Bahkan sampai kepada sikap dan pandangan hidup.
2.1 Yang menganggap pertunjukan wayang adalah
lambang Yang Maha Kuasa.Dialah menentukan ceritera wayang yang harus
dipagelarkan.
Yang melakukan pagelaran cerita
wayang yang sudah ditentukan itu,bernama dalang.Dia berkuasa penuh.Membunuh
atau menghidupkan tokoh-tkohnya.Meskipun demikian,kekuasaanya terbatas.Dia
tidak boleh mengubah jalan cerita yang sudah ditentukan.Juga terbatas oleh pola
watak dan sifat wayang itu sendiri.Maka dalang adalah lambang trimurti,Sang
Pramana,jiwa atau roh.
Dalang berada
didepan (menghadap) layar.Sedang yang menanggap berada dibelakang layar.Dengan
demikian,dalang tidak dapat melihat yang menanggap,karena terbatas (terhalang)
oleh layar atau tabir.Jadi,meskipun Sang Pramana,jiwa atau roh,berkuasa penuh
atas manusia,tetap saja tdak dapat melihat Yang Maha Kuasa.
2.2 Wayang sebagai paraga kehidupan adalah
makhluk yang terdiri dari keluarga dewa,manusia,jin,setan,raksasa,gandarwa dan
binatang.Jumlahnya antar 150 sampai 300 buah, ditambah dengan berbagai macam
senjata,perahu,kereta berkuda,barisan,gunungan dan sebagainya.
Mula-mula disimpan dalam kotak
kayu.Sebagian besar ditancapkan(dijajarkan) diatas debog bagian kiri dan bagian
kanan.Sedang sisanya tetap berada(tersimpan)didalam kotak terbuat dari kayu.
Kotak adalah lambang asal mula
dan tempat pulangnya makhluk.Karena sesudah pertunjukan usai,seluruh wayang
dimasukkan kembali kedalam kotak.
2.3 Kelir atau layar ialah udara atau jagad
raya. Makro kosmos berbareng dengan mikro kosms.
Debog (pohon pisang) berkedudukan
sebagai bumi,tempat manusia berpijak. Kadangkala berfungsi pula sebagai lautan.
Blencong (lampu) dinyatakn
sebagai matahari,bulan dan bintang itulah cahaya hidup bagi dunia raya.
Gamelan (instrumen) merupakan
irama hidup,termasuk rasa senang dan sedih, makan minum dan keperluan hidup
lainnya.
Gunungan yang disebut dengan nama
k a y o n tertancap di tengah-tengah
layar.Kayon berarti pohon atau kayun yang berarti hidup. Dengan
demikian, gunungan atau kayon adalah lambang sebagai pembuka dan penutup cerita
makhluk.
Cempala (alat pemukul kotak
terbuat dari kayu berbentuk indah) menggambarkan gerakan dan fungsi jantung.
Kepyak atau keprak (terbuat dari
tiga lembar perunggu berukuran beda) melambangkan peredaran darah atau nafas.
Sekarang gamelan mulai dipukul
membunyikan rangkaian lagu sebagai pengantar drama yang akan dipagelarkan.
2.4 Rangkaian lagu (gending) yang sudah
ditentukan itu disebut p a t a l o n dari asal kata telu.Terdiri dari tujuh lagu (gending),yalah:
- Cucurbawuk,
- Srikaton,
- Suksma ilang,
- Ayak-ayakan,
- Slepegan,
- Sampak.
Menggambarkan atau melambangkan:
1.tatkala air hidup berada dalan rakhim. 2. Kemudian mulai tampak
tanda-tandanya. 3. Siapapun dapat menyaksikan bahwa bunda sudah mengandung. 4.
Terjadilah pergulatan antara hidup dan mati tatkala bunda harus melahirkan
putranya. 5. Pada saat sang bayi membuka pintu dunia. 6. Dan lahirlah Sang bayi
dengan selamat. 7. Baik yang menyaksikan maupun Sang bayi,berkenalan dengan
sesuatu yang baru. Yang menyaksikan berkenalan dengan makhluk baru.Sedang Sang
bayi berkenalan dengan dunia baru.
Setelah lagu (gending) paalon
selesai,bersiagalah ki dalang untuk melaksanakan tugasnya mempagelarkan
(mempergelarkan) cerita yang sudah ditentukan.
2.5 Drama wiracarita (pagelaran cerita wayang)
dibagi dalam tiga babak.
Babak I menggambarkan kodrat
manusia semasa kanak-kanak yang belum pandai membunuh hawa nafsu. Karena itu,di
dalam babak pertama belum terjadi adegan saling membunuh.
Babak II menggambarkan kodrat manusia sudah dewasa.
Di dalam babak II mulai terjadi pembunuhan.Itulah adegan seorang satria
membunuh raksasa.Artinya,pada masa itu,seseorang sudah pandai memilih yang
buruk dan yang baik.
Babak III menggambarkan akhir
hayat manusia. Setelah sekalian hawa nafsu tersingkirkan,matilah dia dengan
tenang dan damai.
2.6 Dan seluruh wayang yang tadi berjajar
teratur rapi diatas debog dan juga wayang-wayang lain yang berada disebelah
kanan ki dalang,dimasukkan didalam kotak seperti semula.
Sesungguhnya, semua makhluk tak dapat melawan atau mencoba mengingkari
hukum alam atau yang sudah ditentukan. Lahir (tumbuh) berkembang,kemudian
hilang.
S E M A R
3.1 Namanya pendek saja. Semar! Tidak lebih dan tidak kurang. Mudah dihafal dan mudah
diingat. Bentuk badannya aneh pula. Pendek bulat seperti bola. Rambutnya putih
dengan kuncung mendongak keudara seolah-olah menunjukkan disanalah Tuhan
bertahta. Hidungnya hampir rata (pesek). Kedua belah matanya basah.
Giginya,satu. Dadanya gemuk. Perutnya kembung. Maka kehadirannya cepat dikenal
setiap penggemar pertunjukan wayang kulit.
3.2 Meskipun buruk rupa,pandang mata dan tatap
wajahnya berkesan menyenangkan sehingga menawan hati. Ia tokoh wayang yang
jujur dan sederhana. Baik lahiriah maupun batinnya. Karena pandai menghormati
sesama hidup,dia dihormati pula oleh sekalian satria dan raja. Bahkan dewapun
berlaku hormat terhadapnya. Sebab, sesungguhnya ia penjelmaan dewa tertinggi.
Penjelmaan dewa Ismaya yang manunggal (bersatu) dengan Hyang Tunggal.
3.3 Konon dikabarkan-dikala dunia belum
berpenghuni- Hyang Wenang mempunyai aak tunggal bernama Hyang Tunggal yang
dikawinkan dengan cucu bangsa jin yang bernama Dewi Rekatawati. Dewi Rekatawati
ini anak seorang pendeta bernama Rekatama, yang berwujud seekor kepiting
raksasa beristrikan Dewi Setyawati.
Perkawinan Hyang Tunggal dengan
Dewi Rekatawati,melahirkan sebutir telur. Tatkala Hyang Tunggal hendak
memerilksanya,tiba-tiba melesat kangkasa dan terbang menghadap Hyang Wenang.
Oleh sabda Hyang Wenang,telur itu pecah menjadi tiga bagian. Dan masing-masing
bagian berubah bentuk menjadi wujud manusia. Yang berasal dari kulit telur ,
diberi nama Maha Punggung. Yang berasal dari putihnya telur,diberi nama Ismaya.
Sedangkan yang berasal dari kuningnya telur diberi nama Manikmaya.
Mula-mula mereka bertiga cukup
rukun. Tiba-tiba terjadilah perselisihan berebut tua. Karena masing-masing
tiada yang sudi mengalah, bertempurlah mereka mengadu sakti. Ketiga-tiganya
tiada yang kalah dan yang menang.
Sekarang,perselisihan jadi
berlanjut dan berkepanjangan. Tidak hanya berebut tua, tapipun beralih kepada
masalah warisan. Siapakah kelak yang akan berhak menguasai jagad dan pemilik
Kahyangan Junggring Salaka yang indah
luar biasa. Karena masalah ini menentukan hari kemudian,maka kali ini mereka
bertempur hidup atau mati.
Mereka bertiga adalah putra Hyang
Tunggal. Maka daya saktinya menggoncangkan seluruh dunia raya. Gunung meledak.
Bumi bergerak berputaran dan lautan seperti teraduk-aduk.
Hyang Tunggal kemudian datang
melerai. Sekarang ditentukan demi menyelesaikan pertikaian itu. Barang siapa
dapat menelan Gunung Mahameru dan kemudian memuntahkan kembali dalam keadaan
utuh, dialah yang berhak berkuasa di Kahyangan Junggring Salaka. Ketentuan ini
disepakati mereka bertiga.
Pertama kali Maha Punggung
mencoba menelan gunung tersebut,tetapi tidak berhasil. Bahkan mulutnya tersobek
panjang. Dan kelak kita mengenal tokoh wayang bermulut sobek, bernama togog
atau Tejamantri. Dialah penjelmaan Maha Punggung.
Kemudian Ismaya mendapat giliran
untuk menelan Gunung Mahameru. Dia berhasil menelannya,tetapi tak dapat
memuntahkan kembali sehingga perutnya menjadi gembung. Karena puncak gunung
mendorong bagian pantat,maka pantatnyapun membesar. Dialah Semar.
Dengan ditelannya gunung itu,
Manikmaya tak dapat memperlihatkan kesaktiannya. Tetapi Hyang Tunggal
memastikan bahwa dia akan sanggup menelan dan memuntahkan gunung itu kembali
atas perintahnya. KEMUDIAN Hyang
Wenang memberikan keputusan begini:
1. Maha Punggung dan Ismaya tidak punya hak
lagi menjadi raja di Kahyangan. Mereka berdua harus turun kebumi dengan tugas
menjaga ketertiban dan kesejahteraan dunia.
2. Manikmaya ditetapkan menjadi raja di
Kahyangan Junggring Salaka dan memerintah dunia triloka. Dunia dewa,dunia
manusia dan dunia bangsa halus. Anak keturunannya yang kelak menjadi manusia
(yang berbadan wadag atau berjasmani,termasuk bangsa raksasa) akan hidup
tersebar luas memenuhi penjuru bumi.
3. Maha Punggung diwajibkan mengasuh para
raksasa,sedang Ismaya diwajibkan menjadi pamong anak manusia.
4. meskipun mereka berdua harus hidup diatas
bumi,namun mereka berdua diperkenankan datang di Kahyangan. Bahkan mereka
diberi hak untuk mengambil tindakan terhadap Manikmaya,manakala raja dewa ini
menyalahi atau melanggar peraturan kelestarian hidup.
3.4 Cerita tentang Ismaya menelan gunung dan
tidak dapat memuntahkan kembali,sebenarnya adalah certa simbolik. Artinya dia
berhasil menelan sesuatu yang tertinggi dan yang terbesar dan kemudian
manunggal dengan dirinya. Karena itu Hyang Wenang berkanan bersatu dengan Hyang
Tunggal. Dan Hyang Tunggal kemudian bersatu (manunggal) dengan Ismaya adalah
manifestasi (pengejawantahan) Hyang Wenang dan Hyang Tunggal. Dan kelak,bila
Ismaya bersatu pula dengan semar,maka semar sesungguhnya adalah manifestasi
dari Hyang Wenang, Hyang Tunggal dan Ismaya pula.
3.5 Dan Semar,siapakah dia sebenarnya? Tiada
seorang ahlipun yang dapat menjelaskan dengan tepat. Kepustakaan tentang Semar
senantiasa bertentangan. Maka tak slahlah,bila nama Semar diberi makna : s a m
a r atau samar-samar.
Suatu kali dia diceritakan
sebagai seorang Kepala Desa Dadapan iwlayah negara besar Wiratha.*)1 Ada pula yang menyebutnya sebagai paman dari
Manikmaya.*)2
Sebagai Kepala Desa,pribadinya
sangat disenangi rakyatnya. Tidak hanya jujur dan sederhana,tapipun gemar
menolong sesamanya kemudian pergi bertapa meninggalkan kesibukan masalah
duniawi. Dan pada saat itu,dia dihampiri Ismaya yang bersatu
(manunggal)dengannya dan diwajibkan hidup berderma sebagai pamong atau pengasuh
satria terpilih.
Syahdan pada saat itu seorang
pendeta yang bermukim dipertapaan Saptaharga bernama Resi Manumayasa,sedang
tekun bersemedi. Hyang Wisesa berkenan menghampiri. Gugup Resi Manumayasa
melompat bersujud. Tatkala mendongakkan kepalanya,Hyang Wisesa telah gaib.
Kemudian seorang insan bertubuh pendek bulat datang berlarian dengan
berteriak-teriak ketakutan. Insan itu mengaku bernama Janggan Smara Santa. Dia
ketakutan,karena diburu harimau berwarna hitam. Resi Manumayasa kemudian
memanah harimau itu dan berubah bentuk menjadi bidadari yang sangat cantik,
bernama Kanastri dan Kaniraras.*)3
Dan semenjak itu, Janggan Smara
Santa yang kelak bernama Semar, mengabdi kepada keturunan Resi Manumayasa.
3.6 Memang untuk selama-lamanya,dia hamba
seorang satria yang berbudi luhur. Tetapi sebenarnya, bukan hamba dalam arti
harafiah. Lebih tepat disebut sebagai pengasuh atau pamong. Sebab,seringkali
dia muncul sebagai penasihat dan cahaya tuntunan. Pemberi semangat dan juru
selamat. Pencegah dan pemunah bentuk angkara yang membahayakan kesejahteraan
dunia. Kadangkala pandai menjadi teman pelipur lara. Pandai pula menghibur dan
tak jarang menjadi tabib pada waktu satria yang diasuhnya jatuh sakit. Dan
semuanya itu, dilakukannya dengan tanpa pamrih. Artinya tidak mengharapkan
balas jasa apapun.
3.7 Tak pernah ia marah dalam arti yang
sesungguhnya.kecuali terhadap Batara Guru (Manikmaya) yang kadangkala
mengganggu satria asuhannya dengan menjelma sebagai manusia.
Tak pernah pula ia mengutuk sesama
hidup atau membuatnya susah. Ia menghormati sesama sebagai bagian dari hidupnya
sendiri. Maka ia adalah lambang cinta kasih sejati.
3.8 Memang, Semar adalah tokoh simbolik.
Merupakan konsep aspek illahi. Karena itu sukar sekali untuk coba mendekati
apalagi menjamah hakekatnya. Makin kita mencoba mengerti kediriannya,makin kita
tak mengerti. Maka seperti disebutkan diatas,tiada seorang ahlipun yang dapat
menangkap pribadinya secara lengkap dan mutlak.
3.9 Semar berarti samar. Samar bermakna misteri.
Maka Semar adalah misteri itu sendiri. Dan misteri adalah h i d u p
mutlak yang meliputi hidup individu,universil dan absolut. Yang wadag
dan tan wadag. Yang kasat mata dan yang tan kasat mata (yang berwujud dan yang
tiada berwujud,yang nampak dan tak nampak). Yang menguasai dan dikuasai.
3.10 Belasan sarjana,puluhan ahli dan sesepuh
(orang-orang tua yang berilmu) meninjau dan menelaah kehadirannya dari berbagai
aspek. Tetap saja tokoh Semar tak terjamah dengan jelas.
Sebab Semar bukan tokoh sejarah
seperti yang seolah-olah digambarkan dalam segala bentuk wiracarita. Tetapi
sesungguhnya simbol pengertian. Gambar konsepsi aspek hidup. Dan siapakah yang
mampu membuka rahasia tabir hidup? Apalgi bila hanya berbekal dengan akal dan
nalar (rasio).
3.11 Cukuplah sudah,bila kita pandai memetik
sifat-sifatnya yang konkrit. Syukur, manakala dapat menjadi cita-rasa
penghayatan. Karena sifat,watak, peringai, perilaku, cara berpikir, cara
bertindak, dan pertimbangan hatinya, dapat membawa kita naik ketataran i s a
n k a m i l. Itulah manusia terpuji
diantara sesama manusia.
3.12 Ia adalah lambang cinta kasih. Karena itu
bebas dari fitnah dan rasa fitnah dari luar. Bebas dari rasa benci,sedih dan
senang.
Wajah dan hatinya senantiasa
bersenyum merestui dan merakhmati siapapun,laksana cahaya bulan purnama. Karena
itu dia disebut pula dengan nama: B a d r a.
Adapula yang menyebutnya dengan
nama: Badranaya. Artinya menuntun kepada cahayanya cinta-kasih yang hangat.
Disebut Janabrada artinya sinar ilmu pengetahuan atau cahaya busana.
Pendek kata cahaya dari segala cahaya.
Ia mencakup segala yang
bertentangan,sekaligus
merangkulnya,memeluknya,merangkum,merangkai,memperdamaikan,menyelaraskan dan
meluluhkannya. Ia tak mengenal prtentangan apapun, bahkan terhadap pertentangan
dan perbedaan apapun yang berlaku sebagai hukum alam. Baginya, gelap sama
dengan terang. Tinggi sama dengan rendah. Luas sama dengan sempit. Laki-laki
sama dengan perempuan. Dewa sama dengan manusia. Bebas dari hukum kiri dan
kanan, baik dan jahat, ganjil dan genap, diam dan gerak, bengkok dan lurus.
Dan akhirnya,kedudukan dalam
masyarakat adalah p a m o n g.
3.13 Karena iu, gambar Semar sering dijadikan
simbol p a m o n g yang sempurna. Bila kelak anda menjadi
seorang pemimpin bangsa dan bersedia menghayati apalagi memiliki sifat-sifat
Semar,maka anda pantas disebut pamong agung. Karena berkat kepemimpinan anda
yang memiliki sifat Semar, akan menjadikan rakyat kita jadi bangsa yang
cerdas,berpengetahuan tinggi,berbudi luhur dan bersemangat cinta-kasih.
H Y A N G T U N G G A L
4.1 Siapa dia? Siapa pula
yang disebut Hyang Wenang? Di dalam wiracarita,sebenarnya yang lengkap berbunyi
Sang Hyang Tunggal dan Sang Hyang Wenang. Dan bila seseorang bertanya: siapa
mereka, berarti membicarakan silslahnya.
Silsilah tokoh-tokoh wayang
didalam kitab mahabharata,dmulai dengan Dewa Brahma yang kemudian berputra:
Marici, Anggiras, Atri, Datri, Widatri, Manu, Dharma, Pulastya, Pulaha, Kratu,
Stanu, Daksa, Bhregu, dan seterusnya.
Dan Dewa Marici berputra:
Maharesi Kasyapa. Sedang Dewa Daksa berputra limapuluh. Semua putri. Kemudian
yang sepuluh diperistrikan Dewa Darma. Yang 27 dipersunting Dewa Chandra. Dan
sisanya (13) menjadi istri Maharesi Kasyapa. Selanjutnya anak keturunannya
menjadi deretan nama dewa dan dewi. Sama sekali tiada terdapat nama Sang Hyang
Tunggal atau Sang Hyang Wenang.
Sebaliknya tidak demikianlah
halnya yang terdapat dalam kitab Kanda.,Purwakanda,Arjuna Sasrabahu,atau Manikmaya.
Disebutkan bahwa Semar, Hyang Tunggal,Hyang Wenang dan leluhur sebelumnya
adalah anak keturunan Nabi Adam.
Mengapa terdapat perbedaan total
antara garapan para pujangga Jawa dan Mahabharata? Padahal tokoh wayang
bersumber pada wiracarita Mahabharata.
Sederhana saja jawabannya. Karena
masing-masing mempunyai konsep yang berbeda,sehingga bertolak belakang.
4.2 Menurut orang-orang India,semua tokoh-tokoh
dan peristiwa-peristiwa yang tercatat didalam kitab Mahabarata,adalah
benar-benar terjadi. Jadi cerita sejarah. Sedangkan pujangga-pujangga Jawa
lebih menitik beratkan kepada simbolisme.
Berkatalah seorang sarjana India
bernama Rama Prasad, bahwa perang besar antara keluarga Pandawa dan Kurawa
(Bharatayudha) terjadi pada waktu 5.000 tahun sebelum abad 20. Mukswanya para
Pandawa terjadi pada tahun 3179 sebelum tahun Saka.
Para pujangga Jawa menyangsikan
kebenaran itu. Tetapiceritanya sendiri, sangat menarik danpantas untuk
diabadikan sebagai ajaran moral atau kejiwaan. Tegasnya, para pujangga Jawa
tidak menolak pernyataan itu. Hanya kini dipersatukan (dimanunggalkan) dengan
pandangan dan sikap hidup budayanya.
Cerita Mahabarata dijadikan
sumber sebagai b a g a n. Lalu dijiwai
dengan konsepsi pengertian orang Jawa. Setelah dimanunggalkan,diharapkan menjadi
bentuk yang utuh, sempurna r a g a (badan) dan
j i w a (roh atau rasa). Dan jadilah wujud manusia yang hidup.
4.3 Maka diceritakan begini: Sanghyang
Punggung, Ismaya dan Manikmaya adalah putra Sanghyang Tunggal. Sanghyang
Tunggal putra Sanghyang Wenang. Sanghyang Wenang putra Sannghyang Nur Rasa.
Sanghyang Nur Rasa putra Sanghyang Nur Cahya. Sanghyang Nur Cahya putra Nabi
SIS. Nabi Sis putra NABI ADAM.
4.4 Jelas sekali,itu isapan jempol. Tapi jelas
pulalah maksudnya. Pujangga-pujangga kita dahulu hendak bercerita tentang
evolusi kejiwaan (evolusi jiwa).
Nur Cahya manunggal dengan Nur Rasa yang sudah menjadi satu dengan nur Cahya,kemudian
manunggal dengan Sanghyang wenang.
Dan Sang Hyang Wenang yang sudah bersatu (menjadi satu) dengan Nur Rasa dan Nur
Cahya, manunggal dengan Sang Hyang
Tunggal.
Tunggal artinya s a t u atau sama/sejenis. Semuanya tidak akan pernah
mati. Memang jiwa tidak akan mati. Yang mati adalah raga (badan) atau jasmani.
Wenang artinya h a k, atau k u a s a. Jadi berarti,yang kuasa manunggal
menjadi satu (tunggal) adalah rasa dan cahya. Artinya r a s a manusia dengan
cahaya hidup atau cahaya illahi. Bukan berarti r a s a dapat/kuasa manunggal
dengan illahi (Tuhan). Tetapi hanya
kuasa manunggal dengan sifatnya atau cahayanya.
M A N U M A Y A S A
SATRIA
BRAHMANA YANG TERGOLONG MANUSIA MODERN
Kita pilih Manumayasa sebagai
tokoh manusia pertama yang pantas kita bicarakan. Sebab,meskipun bukan manusia
pertama yang hidup diatas muka bumi, namun dianggap sebagai cikal-bakal satria-satria luhur dikemudian hari.
5.1 Manumayasa adalah anak keturunan Dewa
Wisnu. Ayahnya bernama Parikenan,seorang resi
yang bermukim di Gunung Saptaharga.
Saptaharga,sebuah gunung yang
terdiri dari tujuh bukit. Masing-masing bukit menjadi sebuah pertapa
suci,kelak. Pertapaan Paremana, Giri
Sarangan, Arga Candi, Retanu, Marawu, Srungga dan Saptarengga.
Manumayasa atau sering disebut
pula dengan nama Kanumayasa,bermukim diatas pertapaan Paremana. Ayahnya
mengharapkan agar dia hidup sebagai pendeta. Meskipun tidak pernah membantah
namun ia mempunyai idaman hati sendiri.
Selain menjadi pendeta,ingin pula berdarma sebagai seorang satria.
Dengan bekal pengetahuan ayahnya,
ia berkeliling keseluruh negri. Tak segan-segan ia berguru kepada
brahmana-brahmana yang sekiranya berilmu pengetahuan tinggi,baik mengenai ilmu
kemukswaan maupun lahiriah.
Pada jaman itu,masalah kehidupan
jauh berbeda bila dibandingkan dengan masa kini. Tiada masalah persaingan
hidup. Tiada masalah perebutan rejeki. Tiada masalah kedudukan. Karena itu
sungguh mengherankan, bila Manumayasa seolah-olah sudah berjuang untuk masa
datang. Agaknya ia seperti sudah disadarkan oleh Sang Perencana Kehidupan bahwa
dirinya akan menjadi cikal-bakal semangat keperwiraan dan kebrahmanaan yang
cinta kepada ilmu pengetahuan.
5.2 Ia manusia terpilih dan dipilih. Di dalam
wayang, dibuktikan sebagai berikut. Pada suatu hari, Kahyangan diserang laskar
raksasa yang luar biasa kuatnya. Para dewa kalang kabut . pintu kahyangan
terpaksa ditutup rapat. Batara Guru segera mangadakan rapat kilat. Dewa perlu
mencari bala bantuan, karena tentara dewa tidak mampu mengalahkan laskar
raksasa. Menurut Batara Guru,yang dapat menumbangkan keperkasaan laskar raksasa
harus manusia. Soalnya sekarang siapa?
Batara Naradha mengingatkan akan
tugas Hyang Ismaya. Katanya:
-
Hyang Ismaya kini sudah manunggal dengan Janggan Smara. Tentunya beliau akan
mencari satria pilihan yang diasuhnya. Ikutilah petunjuk beliau.
Pada waktu itu,Janggan Smara
sedang merencanakan dalih. Dia berunding dengan dua bidadari bernama: Kanastri dan Kaniraras agar merubah diri
menjadi seekor harimau hitam. Kedua bidadari yang merubah diri menjadi seekor
harimau hitam itu,harus mengejarnya. Dia akan berpura-pura lari ketakutan
mendaki pertapaan Paremana. Ia yakin, Manumayasa akan segera mengulurkan tangan
untuk menolongnya. Selanjutnya, ia akan merasa seperti seseorang yang berhutang
budi. Untuk membalas budi itu, dia berjanji akan menjadi pengasuh anak
keturunannya.
Batara Guru yang tidak perlu
menciptakan suatu dalih, mendahului rencana pengabdian Janggan smara.
Manumayasa diperintahkan naik ke kahyangan untuk menghancurka laskar raksasa
yang biadab.
Setelah Batara Guru
gaib,datanglah Janggan Smara minta pertolongannya. Ia mengaku diri sebagai
Batara Wungku,cucu Hyang Ismaya. Perhitungannya tepat. Manumayasa segera
membunuh harimau hitam dengan anak panahnya. Harimau hitam mati terbelah
menjadi dua bagian dan kembali pada wujud semula. Bidadari Kaniraras kemudian
dipersitrikan. Sedang bidadari Kanastren menjadi istri Janggan Smara.
Dengan demikian, pada saat yang
sama- Manumayasa terpilih menjadi pahlawan dewa dan dipilih oleh Janggan Smara
menjadi anak asuhnya.
5.3 Seperti disebutkan diatas, Janggan Smara
adalah penjelmaan Hyang Ismaya. Dialah Badranaya. Dialah Semar. Dan Semar adalah konsep simbolik. Merupakan aspek
illahi. Sekarang dia menjatuhkan pilihannya kepada manumayasa, setelah berkeliling dunia ratusan tahun
lamanya. Tentunya mempunyai alasan dan dasar-dasar kuat sebagai pendukungnya.
Beberapa aspek pernah dibicarakan dengan luas. Diantaranya:
1. Karena Manumayasa anak keturunan Dewa Wisnu
dan Dewa Brahma (garis ayahnya)
2. Berwatak Brahmana sejati,artinya tidak
pernah melalaikan ibadahnya biar sedetikpun.
3. Semua darmanya dipersembahkan kepada illahi.
4. Berpengetahuan tinggi dan senantiasa haus
akan ilmu pengetahuan.
5. Hatinya senantiasa terbuka untuk siap
menerima pengetahuan dari luar.
6. Pandangan dan sikap hidupnya memandang
kedepan.
7. Memiliki disiplin yang kuat terhadap
kebaktian dan ilmu pengetahuan.
8. Berhati bersih, suci tanpa apmrih.
9. Menjunjung tinggi tata-susila dan tata
tertib sebagai sarana melestarikan kesejahteraan hidup.
Ringkasnya: Manumayasa adalah
seorang stria-brahmana yang tiada keduanya pada jamannya. Ia tangguh, tanggon
(teguh) dan tawakal. Imannya tak pernah tergoncang,meskipun isterinya meninggal
karena melahirkan anaknya.
5.4 Istri Manumayasa,bidadari Kaniraras yang
disebut pula dengan nama Dewi Ratnawati.
Kehadirannya diatas permukiman Saptaharga menggoncangkan khasanah
kehidupan, karena dia adalah bidadari yang pertama kawin dengan manusia. Tidak
hanya bangsa halus saja yang terperanjat keheran-heranan bahkan sampai pula
mengilhami seekor kera putih bernama Supalawa.
Tingkatan kedudukan Supala sudah
mencapai tataran pendeta. Ia sakti, kebal dan pandai terbang. Pertapaanya
terletak disebelah timur Saptaharga. Pada suatu malam,ia melihat secercah cahya
melintas diatas pertapaan. Beberapa waktu kemudian, cahaya itu turun kebumi dan
mendarat dipertapaan Paremana. Pikir Supalawa tentunya cahaya makhluk kekasih
Dewa. Aku harus mengabdi kepadanya.
Ia bertemu dengan Manumayasa. Dan
sesuai dengan janji hatinya, ia mengabdikan diri. Selanjutnya ia disebut
dengan p u t u t. Artinya abdi
kepercayaan.
Cahaya itu sendiri,sebenarnya
perbawa bidadari Kaniraras. Bidadari ini ingin menjadikan suaminya seorang
satria-brahmana yang besar sepanjang masa. Maka ia membimbing Supalawa agar
mengabdi kepada suaminya. Maksudnya berhasil. Dan ia senang.
Tatkala lagi mengandung tiga
bulan,ia mengikuti suaminya pergi berburu. Di dekat sebuah ketinggian, ia
mencium bau harum luar biasa. Bau harum itu menyegarkan seluruh tubuhnya. Maka ia memohon kepada suaminya agar mencarikan
penyebabnya.
Dengan diiringkan Janggan Smara,
Manumayasa mencari asal datangnya bau harum. Ia melihat sebatang pohon hidup
manyendiri diatas ketinggian. Bau harum ternyata terbersit dari pohon itu.
Dengan rasa heran, Manumayasa
memeriksa pohon yang belum pernah dikenalnya. Ia mendongak dan melihat sebuah
benda memancarkan cahaya kemilau. Tatkala angin lembut melanda dari balik
ketinggian, benda itu menebarkan bau harum yang luar biasa.
-
Tentunya
itu buahnya. Kenapa hanya sebuah? – Manumayasa heran.
-
Petiklah
untukmu dan demi anak kita. –ujar Ratnawati. Teringatlah Manumayasa, istrinya
seorang bidadari. Ia yakin,kehendaknya tentu bermaksud baik baginya. Maka
dengan tak berpikir panjang lagi, ia memetik buah itu dan dipersembahkan
kepadanya.
5.5 Dengan duduk santai dibawah rimbun
pohon,Ratnawati memakan buah ajaib itu
habis. Tiba-tiba terjadilah suatu peristiwa ajaib. Sesosok bayangan berwarna
putih muncul didepannya. Bayangan itu berambut panjang sampai meraba tanah.
Wajahnya menakutkan. Bertaring panjang dan lidah yang selalu berliur. Deretan
giginya tidak teratur, berwarna merah kehijau-hijauan. Kedua bibirnya yang
tebal berlindung dibawah kumisnya yang
awut-awutan. Dan jenggotnya yang kaku berserabutan menutupi dada dan perutnya
yang gembung.
Ratnawati tidak tahan beradu
pandang, karena kedua mata bayangan itu memancarkan cahaya panas. Manumayasa
segera melindungi dengan memasang anak panahnya.
Kedua makhluk itu kemudian saling
pandang mengadu daya pengaruh. Beberapa waktu lamanya mereka berdiri tegap siap bertempur. Tatkala Manumayasa bergerak hendak menarik tali
busurnya, bayangan itu menggeram dahsyat. Seketika itu juga, bumi bergetar dan
hutan belantara berderakan. Tiba-tiba terdengarlah suara bergema dikejauhan :
-
Hai Satrutapa! Engkau hendak mengganggu
majikanku?
Bayangan itu menoleh. Wajahnya
berubah. Sesaat kemudian ia mengeluh panjang dan membanting dirinya diatas tanah. Dia kenal suara yang
menegornya. Dialah Janggan Smara alias
Semar, penjelmaan Dewa Ismaya.Terhadap Dewa Ismaya, ia bersedia takluk.
-
Wahai satria, sebenarnya siapakah engkau
sampai Kyahi Semar
menyebutmu sebagai majikan.
-
Aku
Manumayasa, dan istriku bernama
Ratnawati. Aku penghuni pertapaan
Paremana. Kenapa engkau
memusuhiku,padahal belum pernah aku
mengenalmu?
Bayangan putih itu menghela napas
panjang. Kemudian menyahut:
-
Baiklah, aku bersediamengalah. Sesungguhnya aku
bangsa j i n. Satrutapa namaku. Hampir seribu tahun yang lalu, aku
menunggu pohon ini berbuah. Setelah
berbuah engkau memetiknya dan istrimu memakannya habis. Tahukah engkau, nama pohon itu? Pohon
itu bernama Sumawarna. pohon Sumawarna
hanya berbuah 900 tahun sekali. Itupun hanya s e b u a h. Barangsiapa memakan
buah itu, anak keturunannya akan menjadi raja besar atau satria-satria
berbudi luhur. Karena itu, buah
Sumawarna menjadi perebutan setiap
makhluk. Tidak hanya manusia, raksasa
dan bangsa halus saja, bahkan binatangpun
bersedia berkorban jiwa. Sebab anak keturunannya kelak akan menjadi
manusia pilihan. Dengan sendirinya akan menjadi pembuka pintu sorga pada
jaman kemtian. Maka hampir setiap hari aku bertempur melawan mereka yang menghendaki buah Sumawarna. semuanya kubunuh
mati. Pada hari ini aku sedang bertempur melawan tujuh ekor naga siluman. Aku
berhasil menggebahnya pergi. Rupanya, sedang aku bertempur mangadu untung, pohon Sumawarna berbuah. Dan
kebetulan sekali engkau lalu didekat ketinggian ini . dan engkau kemudian
memetiknya dan .....hm, alangkah mudah bagimu. Sebaliknya aku kehilangan waktu
hampir seribu tahun dengan sia-sia.
Mendengar tutur-kata jin
Satrutapa, hati Manumayasa terharu.
Andaikata mampu,ia bersedia mengembalikan buah Sumawarna itu. Tetapi jin
Satrutapa kemudian mengusulkan suatu
perdamaian.
-
Baiklah,
begini saja. –katanya memutuskan. –aku hendak bersatu dengan anakmu yang masih
berada dalam kandungan. Kelak aku akan selalu melindungi dan membantu semua
kesusahannya. Namakanlah dia S a t r u k
e m, demi mengingat namaku. Sedang mulai hari ini, nama istrimu hendaklah kau
sebut dengan nama: Dewi Sumawarna.
Satrutapa kemudian bersatu dalam kandungan Ratnawati.
Semar yang ikut mendengarkan percakapan itu berkata:
-
Satrukem kelak, akan menjadi insan kamil. Ucapannya adalah sabda Hyang
Wisesa.-
Enam bulan kemudian,
Ratnawati melahirkan seorang putra.
Seperti pesan jin Satrutapa, anak itu
dinamakan Satrukem. Sayang. Ratnawati
tidak diperkenankan menyusui
anaknya. Ia meninggal dalam
kelelahan yang syahdu.
5.6 Cerita diatas adalah kisah simbolik.
Manumayasa memetik buah Sumawarna dengan mudah, padahal jin Satrutapa sudah
menunggu buah itu semenjak hampir seribu
tahun yang lalu. Artinya, tingkatan pengetahuan Manumayasa telah pandai membuka
rahasia alam berkat ketekunannya belajar. Sedang keuletan jin Satrutapa menunggu buah Sumawarna adalah lambang
energi.
Perhatikan pula riwayat
Manumayasa mendapatkan jodohnya. Dia tidak pernah mencari, tetapi jodoh itu
datang sendiri. Artinya, selama belajar mendalami ilmu pengetahuan, tak pernah
pikirannya bercabang. Dan setelah hidup sebagai suami, ia menaruhkan seluruh
kepercayaannya kepada sang istri. Kesimpulannya : pergaulan antara suami istri
harus saling mempercayai dan dapat dipercayai. Sebab masing-masing harus
merupakan bagian dari hidupnya, sehingga saling mambantu,saling menolong dan
saling menjaga martabat.
Semenjak kanak-kanak, Manumayasa
selalu gelisah. Ia merasa kurang, sehingga berkeliling keseluruh negri untuk
berguru kepada beberapa Brahmana yang berilmu-pengetahuan tinggi. Sifat
keterbukaannya, membuktikan bahwa dia memiliki pemikiran modern. Ia memandang
jauh kedepan dan bukan menoleh kebelakang.
Agaknya jaman merestui manusia
yang memiliki pandangan hidup jauh kedepan. Secara simbolik, ia dipilih oleh
Semar sebagai benih yang mempunyai hak hidup. Padahal Semar adalah simbol pengertian
konsep illahi. Iapun terpilih diantara para satria di jamannya sebagai pahlawan
dewa oleh Batara Guru. Maka pantaslah ia menjadi leluhur para Pandawa yang berbudi luhur.
S A K U T R E M
TOKOH INSAN KAMIL DALAM CERITA WAYANG
6.1 Satrukem disebut pula
dengan nama: Sakutrem. Bahkan Batara Guru erkenan memberikan nama Bambang Kalingga.
Sewaktu membuka matanya untukn yang pertama kalinya, alangkah cakap wajahnya.
Sayang Ratnawati tidak sempat menyaksikan. Dengan demikian Sakutrem hidup
sebagai anak yatim.
Ratnawati adalah penjelmaan
bidadari Kaniraras. Dapatkah bidadari menemui ajalnya? Peristiwa itu harus
dijelaskan begini:
Yang membawa Kaniraras hidup
dibumi adalah Janggan Smara atas perintah Hyang Ismaya. Maka semenjak itu,kodratnya
dimanusiakan. Sebagai manusia, ia akan mengalami kematian. Setelah mati,
Ratnawati kembali menjadi bidadari Kaniraras dan bertahta di kahyangan.
Kaniraras merupakan semangat
keselarasan. Lambang harmonisasi antara akal dan rasa. Lmbang kecerdasan (IQ).
Lambang cahaya penuntun bagi akal dan pikir. Sedangkan bidadari adalah lambang makhluk yang sudah tinggi peradabannya.
Dengan demikian,bidadari Kaniraras bisa
diartikan dengan makhluk yang sudah tinggi peradabannya,yang kemudian bersedia
menjadi istri Manumayasa. tak mengherankan.
Manumayasa berhasil memperoleh ilmu pengetahuan (memetik buah Sumawarna dengan
mudah). Padahal bangsa jin saja (Satrutapa) tidak berhasil walaupun sudah
berkorban waktu selama hampir seribu tahun.
Namun-walaupun Kaniraras lambang
pembimbing peradaban tinggi pada jamannya- tetap saja terbatas kekuasaannya. Ia
mati dan harus kembali kekahyangan.
Artinya, akal pikir betapa tinggipun, tetap terbatas. Hal itu disadari
Manumayasa dengan cepat. Setelah istrinya meninggal, kembali ia hidup sebagai
brahmana mendalami ilmu kesampurnaan. Sebab apapun alasannya,tiap makhluk akan
kembali keasalnya.
6.2 Kecuali mewarisi ilmu pengetahuan ayahnya,
Sakutrem diasuh oleh Putut Supalawa dalam hal ilmu keprajuritan. Tak
mengherankan,ia tunbuh menjadi seorang satria-brahmana yang tangguh dan
cekatan. Apalagi didalam dirinya bersemayan Gandarwa Satrutapa yang sakti luar
biasa. Maka kesanggupannya dalam hal olah keprajuritan,melebihi ayahnya.
Ujian datang, tatkala kahyangan
diserang seorang raja raksasa bernama
Kalimantara. Raja raksasa ini memerintah negeri
Nusantara. Ia naik ke kahyangan dengan maksud melamar biadadari
Irim-irim. Manakala Batara Guru menolak lamarannya, raja Kalimantara
mengerahkan segenap balatentaranya. Dahsyatnya bukan main. Bagaikan air bah
menjebol bendungan, Kahyangan diserangnya porak poranda.
Batara Naradha segera berangkat
meninggalkan Kahyangan mencari bala
bantuan. Yang dipilihnya mula-mula ialah sepasang garuda bernama Harda Dadali
dan Sengkali. Walaupun gagah perkasa, akhirnya keduanya gugur dalam medan laga.
Kemudian berubah bentuk menjadi dua pucuk anak panah.
Batara Guru teringat akan
keperkasaan Manumayasa. Maka Dewa Naradha menjemputnya ke kahyangan.
Pertempuran terjadi dengan mengadu mantram sakti. Manakala raja Kalimantra
merasa terdesak, ia memerintahkan sekalian panglimanya maju berbareng.
Menyaksikan hal tu Batara Guru
emas. Segera ia minta pertimbangan Batara Naradha. Dewa yang cerdik dan pandai
itu menyarankan agar memanggil Sakutrem.
Alsannya, karena di diri anak itu bersemayam Gandarwa Satrutapa. Selain
itu, memiliki dan mewarisi ilmu sakti Putut Supalawa.
Sakutrem kemudian dikirim ke
medan perang. Manumayasa menjadi gelisah. Pikirannya kacau, sehingga dengan
tiba-tiba dirinya terhentak tinggi di udara dan jatuh di luar gelanggang. Ia
kena pukulan maut raja Kalimantra. Tatkala melopat bangun,dilihatnya Sakutrem
sudah bertempur seru melawan raja yang perkasa itu. Ia tercengang menyaksikan
ketangguhan dan kecekatan Sakutrem. Anak yang belum akil baliq itu sanggup
beradu tenaga dengan lawannya. Sekonyong-konyon Sakutrem tergoncang tubuhnya.
Pada saat itu, ia melihat bayangan putih. Dialah Gandarwa Satrutapa yang
terpental dari persemayamannya, karena tergoncang oleh pukulan raja Kalimantra.
Dengan menggeram dahsyat, ia membalas. Dengan sekali pukul, Raja Kalimantara
mati menjadi beberapa bagian.
Seluruh panglimanya maju dengan
berbareng. Tetapi mereka semua mati berantakan. Suatu keajaiban terjadi. Baik
Raja Kalimantara maupun sekalian panglimanya berubah bentuk menjadi senjata.
Kalimantara berubah menjadi
senjata (pusaka) bernama Kalima sada. Perdana mentrinya yang bernama Kalanadah,
menjadi sepucuk keris. Raksasa Sarahutama menjadi sepucuk anak panah bernama
Sarutama. Panglima Tunggulnaga menjadi payung agung bernama cerah dan
selanjutnya disebut dengan payung Tunggulnaga.
Semua senjata itu menjadi milik Sakutrem.
Bahkan dua batang anak panah Harda Dadali dan sengkali (dua ekor garuda yang
gugur di medan perang melawan laskar Raja Kalimantara), dihadiahkan Batara Guru
pula krepadanya. Dan sekalian senjata itu kelak menjadi pusaka anak
keturunannya (keris Kalanadah mula-mula menjadi senjata pemunah raja Pandu,
sebelum diwarisi putra-putranya). Sedang Manumayasa yang ikut berjasa pula,
memperoleh hadiah sebatang anak panah sakti bernama : Pasupati. Senjata pemunah
inipun,dikemudian diwarisi Arjuna, anak keturunannya yang ke enam.
6.3 Melihat pagelaran wayang harus berbekal
dengan hati dan bukan dengan nalar, kata orang. Walaupun deikian,nalar
(pikiran) berhak pula untuk menikmatinya. Tetapi sang nalar kini perlu
memperoleh penjelasan. Sebab tidak masuk akal, bahwasannya kodrat raksasa
sekonyong-konyong bisa berubah bentuk menjadi senjata.
Seperti sudah kita setujui
bersama, cerita wayang lebih dititk-beratkan kepada simbolisme daripada sejarah
kenyataan manusiawi. Kalimasada disini berarti lambang ilmu pengetahuan.
Kalimasada, lengkapnya Kalima Usada. Usada artinya obat. Dengan demikian adalah
lambang ilmu kedokteran atau ilmu pengobatan.
Kalanadah dan Sarutama adalah
lambang ilmu perbintangan, prtanian dan tata atur masyarakat. Sedangkan
Tunggulnaga, melambangkan ilmu pengetahuan tentang tatanegara dan hukum. Harda
Dadali dan Sengkali adalah ilmu pengembangan, penelitian dan keamanan
(prajurit,polisi dan pamong praja).
Dengan demikian berbagai senjata
itu, berarti Sakutrem telah mengusai berbagai ilmu pengetahuan. Maka pantaslah
bila ia disebut sebagai sumber Witaradya (yang termulia atau sisilah raja).
Karena ilmu pengetahuannya akan diwariskan turun temurun.
6.4 Semenjak itu Sakutrem sering naik ke
kahyangan membantu kesukran para dewa. Riwayat hidupnya penuh dengan heroisme.
Sepak erjang an kebiasaannya menjadi idaman tiap satria-brahmana.
Ia kawin dengan putri Pujangkara,
bernama Nilawati. Mempunyai seorang anak laki-laki yang dinamakan S a k r i.
Hari lahirnya ditandai dengan sebuah telaga berair jernih. Telaga ini dinamakan
Ratawu. Sakutrem kemudian bermukim di atas pertapaan giri Sarangan.
Semenjak bermukim di atas
pertapaan Giri Sarangan, Sakutrem hidup sebagai pendeta. Orang-orang
memanggilnya dengan sebutan Maharsi
(Maharsi atau Maha Resi. Artinya Resi yang besar atau yang agung.
Sebutan resi diberikan kepada seseorang yang suci lahir batinnya) Sakutrem.
Sewaktu Sakri sudah akil baliq,ia menganjurkan agar Sakri cepat-cepat kawin.
Maksudnya agar ilmu pengetahuannya yang banyak ragamnya,dapat diwariskan
kepadanya. Sakri salah paham. Pemuda itu meninggalkan pertapaan tanpa pamit.
Dan Sakutrem kena marah ayahnya. Ia diperintahkan mencari Sakri sampai dapat.
Ternyata Sakri bertemu jodohnya
di tengah perjalanan. Dialah Dewi Sati putra Raja Patrawijaya yang memerintah
negri Tabelasuket. Putri itu kabur pula dari negrinya karena diperlombakan demi
menolong negrinya yang sedang dilanda berbagai macam musibah.
Raja Patrawijaya kemudian mencari
putrinya, karena ilham dewata yang diterimanya sangat jelas. Negrinya akan
kembali sejahtera seperti sediakala, manakala ia berguru kepada seorang pendeta
yang bermukim dipertapaan Saptaharga. Ditengah hutan ia bertemu dengan putrinya
yang sudah bergandengan tangan dengan seorang pemuda berwajah cakap. Nampaknya
sangat akrab. Walaupun demikian,pemuda itu tidak melanggar kesusilaan.
Setelah merestui Sakri sebagai
menantunya, ia memerintahkan agar pulang mendahului ke negeri. Dia sendiri
hendak melanjutkan perjalanannya sampai bertatap muka dengan pendeta yang
dimaksudkan dewa. Karena belum mengenal letak pertapaan Saptaharga, ia tersesat
dan tiba di sebuah pertapaan bernama Atas Angin. Pendeta yang bermukim di
pertapaan itu bernama Resi Dwapara.
6.5 Resi Dwapara seoraang pendeta yang membuka perguruan. Murid-muridnya tak
terhitung jumlahnya. Tetapi pada beberapa tahun terakhir, sebagian besar
muridnya beralih pandang. Mereka berguru kepada Sakutrem atau Manumayasa.
Merasa dirugikan, pernah ia mengerahkan sisa-sisa muridnya hendak menyerbu
Saptaharga. Tetapi mereka tak dapat mendaki gunung Saptaharga seolah-olah
tertolak suatu daya kekuatan yang tidak nampak. Terpaksa ia pulang kepertapaan
Atas Angin dengan menyimpan rasa mendongkol dan dendam. Sekarang ia bertemu
pandang dengan raja yang memerintah negri. Pikirnya kalau raja ini berkenan
menjadi muridku, dia akan kuperintahkan menghancurkan pertapaan Saptaharga dan
membunuh sekalian penghuninya.
Dengan pikiran itu, ia
berdemonstrasi memperlihatkan kesaktiannya. Sebagai dalih, ia memerintahkan dua
orang dayang memasak sesedap-sedapnya. Tatkala dihidangkan, Raja Patrawijaya
menolak karena sedang berpuasa.
-
Berpuasa?-Resi Dwarapa menegas.
-
Benar. Aku berpuasa semenjak berangkat
meninggalkan negeri sampai kelak, bila bsudah bertemu para pendeta yang
bermukim di Saptaharga.
Resi Dwarapara tersinggung
kehormatannya. Dengan serta merta, ia memenggal kedua dayangnya itu. Tentu saja
peristiwa itu mengejutkan hati Raja
Partawijaya, ia memintakan ampun untuk kedua dayang tak berdosa itu. Karena
perminaannya Resi Dwarapara mengabulkan.
Dengan kesaktiannya ia menghidupkan kedua dayang itu.
Raja Patrawijaya merasa takluk.
Pikirnya kalau dia dapat menghidupkan kembali seseorang yang sudah terpenggal
kepalanya,tentunya dapat pula memulihkan kesejahteraan negeri Tabelasuket yang
sedang dirundung berbagai musibah alam.
Raja Patrawijaya kemudian
bermaksud berguru kepadanya. Tetapi dengan cerdik Resi Dwarapa meminta imbalan
jasa. Ia bersedia mewariskan seluruh ilmu kepandaiannya, manakala Raja
Patrawijaya dapat mempersembahkan kepala Sakutrem dan Manumayasa. Raja
Patrawijaya menyanggupi dan berangkatlah ia mendaki gunung Saptaharga.
6.6 Dikai gunung Saptaharga ia bertemu dengan
Sakutrem. Dengan suara lantang, ia memaksa Sakutrem agar menunjukkan dimana
letak ketujuh pertapaan yang berada di atas gunung Saptaharga.
-Apa maksud tuan?-Sakutrem minta
keterangan dengan sopan.
-Aku hendak membunuh mati
sekalian pendeta celaka itu.
-Siapakah yang tuan maksudkan?
-Mereka yang membuka perguruan.
-Apakah Sakutrem yang tuan
maksudkan?
-Benar. Oh ,apakah dia bernama
Sakutrem?
Sakutrem tersenyum. Mencoba lagi:
-Apakah Brahamana Manumaysa yang
uan maksudkan?
-Benar. Apakah dia termasuk pula
seorang pendeta yang bermukim disana?
Sakutrem mengangguk. Kemudian
menegas:
-Apakah tuan kenal mereka?
-Belum. –sahut Raja Patrawijaya
singkat.
-Kenapa hendak tuan bunuh?
-Itu urusanku. Kau hanya wajib menunjukkan
tempat mereka berada. Ini perintah! Perintah rajamu.
-Siapa tuan?
-Aku bukan hambamu yang wajib
menjawab pertanyaanmu. Aku Rajamu! Kau bersedia menunjukkan tempat beradanya
atau tidak? Bentak Raja Patrawijaya seraya menghunus kerisnya.
Sakutrem tercengang.berkatalah
seakan-akan kepada dirinya sendiri:
-HM......aku seperti sedang
berhadapan dengan raksasa yang tak kenal sopan santun.
Pada detik itu pula, Raja
Patrawijaya berubah bentuk menjadi raksasa yang berwajah mengerikan (ada yang
mengisahkan berubah menjadi babi hutan). Raja Patrawijaya terperanjat melihat
perubahan dirinya. Hati kecilnya berbisik, bahwa ia sedang behadap-hadapan
dengan seorang setengah dewa. Kemudian menangislah ia dengan sedih dengan
menyebut-nyebut nama menantunya: Sakri.
Mendengar Raja Patrawijaya
menyebut nama anaknya, Sakutrem terhenyak. Dengan hati-hati dia bertanya:
-Tuan kenal Sakri?
-Dia menantuku. –sahut Raja
Patrawijaya bdengan menangis. Kemudian meriwayatkan pertemuannya dengan Sakri
dan Resi Dwarapara .
-Jika Dwapara dapat menghidupkan
orang mati, tentunya pada saat ini melihat kesengsaraan tuan. Kenapa ia tak
dapat menolong tuan dari kutuk Hyang Wisesa Tunggal? (baca Tuhan Yang Maha
Esa). Sesungguhnya, apa yang diperlihatkan kepada tuan, hanyalah daya gai, yang
tiada guna sama sekali demi mencapai nirwana di kelak kemudian hari. Semua
sarwa sakti akhirnya harus ditinggalkan, sewaktu kita berangkat kealam baka.
Alangkah jauh bedanya bila kita selalu berlatih dekat dengan Yang memiliki
jagad raya ini. Dimana kita berada, DIA beserta kita. Bila kita benar-benar
bertaubat, DIA akan mengampuni dengan cinta kasihnya.
Pada saat itu, Raja Patrawijaya
memperoleh bentuknya kembali. Kemudian saling memeluk,karena mereka
sesungguhnya adalah besan.
6.7 Kisah tersebut perlu kita perhatikan. Kita
diperingatkan,bahwa di dalam khasanah hidup banyak terdapat bermacam-macam ilmu
keTuhanan yang tentu saja mengaku yang paling benar. Ontologia, Metafisika,
Theodocia, Deisme, Theisme, Fideisme, Mistika, Etika, Mitos, Magis dan masih
banyak lagi untuk disebutkan satu demi satu. Masing-masing memiliki
ciri-cirinya sendiri.
Ilmu kepandaian Resi Dwapara
bersifat m a g i s. Ciri-ciri penghayat
magis sebagai berikut:
1.
Condong untuk menolak dan menagkis semua bahaya
yang mengancam dengan menggunakan kekuatan-kekuatan
alam yang ditundukkannya (daya gaib).
2.
Senang menggunakan mantra-mantra dan
sarana-sarana spiritual.
3.
Mengarah kesifat sombong, congkak karena terlalu
percaya kepada kebiasaannya.
4.
Biasanya ingin menguasai yang lain (dominan).
Pendek kata ingun menguasai
proses-proses yang berlangsung di jagad raya ini seperti yang diperlihatkan
Resi Dwapara.
Sebaliknya Sakutrem adalah
manusia yang penuh pengabdian kepada Yang Maha Kuasa. Apa yang dilakukan adalah
atas kehendakNYA. Keimananya ternyata berada di atas kekuatan daya gaib atas
perlindunganNYA.
Pantaslah ia menjadi leluhur para
satria Pandawa di kemudian hari.
P A L A S A R A
ANAK YATIM YANG
MEMBANGUN NEGERI DENGAN KEKUATANNYA SENDIRI
7.1 Masih kita bicarakan jua keluarga
Saptaharga. Sebab dari sini kita memperoleh kunci penglihatan yang luas, apa
sebab keturunannya kelak menjadi raja besar dan satria agung sepanjang masa.
Palasara atau Parasara adalah
anak Sakri, cucu Sakutrem dan cicit Manumayasa (Manumanasa). Palasara atau
Parasara artinya senjata tajam. Para :engkau. Sara :panah. Nama itu tidak hanya
mengingatkan riwayat kelahirannya, tapipun image kediriannya dalam percaturan
hidup.
Karena dia dilahirkan, ibunya
(Dewi Sati) meninggal dalam usia muda. Ayahnya (Sakri) yang kehilangan semangat
hidup,mati diterkam gandarwa Citrasena. Ia jadi anak yatim piatu.
Kakeknya (Sakutrem) kehilangan
ibunya pula, tatkala dilahirkan. Karena dapat merasakan sebagian penderitaan
cucunya. Tak mengherankan, ia mengasuh Palasara bak dirinya sendiri. Dengan
penuh perhatian dia mengasuh Parasara menjadi seorang brahmana yang beriman
teguh dan dan mengjarkan berbagai ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Maka pada
dewasanya, Parasara menjelma seperti dirinya sendiri. Berparas cakap, berbudi
luhur, berotak cerdas, dan pandai menggunakan beraneka macam senjata pemunah.
Palasara adalah type ideal
Saptaharga. Manifestasi cahaya cinta kasih yang sering dibicarakan orang.
Riwayatnya penuh dengan simbolisme.
7.2 Semenjak mengenal apa arti hidup yang
sesungguhnya, ia tekun bertapa. Ia yakin,hidup manusia ini tentu ada yang
merencanakan. Maka ia mohon cinta-kasih Sang Perencana, mudah-mudahan ada guna
faedahnya hidup didunia ini. Syukurlah bila anugerah Illahi boleh diwarisi anak-cucunya.
Ketekunannya menggoncangkan tahta
kahyangan. Batara Guru segera berunding drengan Batara Naradha. Ujar Batara
Guru:
-Parasara memang anak-keturunan
Wisnu dan Rahma. Sudah selayaknya ia mewarisi kemuliaannya. Tetapi belum
waktunya, sehingga perlu kita cegah.
-Benar, tetapi bagaimana caranya?
Parasara sangat kuat imannya ia takkan tergoncang hatinya melihat bidadari
cantik. Takkan terhentak dari tempatnya, walaupun terbentak gelegar sejuta
guntur. Pendek kata, dia tidak mudah diusik apalagi digagalkan.
-Rasa cinta-kasih bersemayam kuat
di dalam hatinya. Kita harus mencari akal, agar tergugah rasa cinta-kasihnya
sehingga meninggalkan tempat bertapanya.
-Kedua dewa itu kemudian merubah
diri menjadi sepasang burung pipit dan bersarang di kepala Parasara yang
berambut amat tebal. Setiap saat mereka mamadu kasih dan tiada lain yang
dibicarakan selain masalah cinta yang hangat. Berkatalah yang betina (Batara
Naradha):
-Alangkah tolol orang yang memiliki kepala ini. Siang
dan malam dia bertapa. Hidup menyendiri di tengah hutan belantara. Sampai
kapan? Orang semacam dia akan di
tinggalkan jamannya. Betapa tidak? Kalau tiba-tiba harus mati, bukankah akan
sia-sia hidupnya? Padahal gunung dan sungai saja mengenal arti cinta.
-Omong kosong! –bentak yang
jantan (Batara Guru).-kau maksudkan sebuah gunung main cinta dengan
sungai?......omong kosong!
Yang betina mempertahankan
sangkalan jantannya. Lalu bercerita
-Tersebutlah seorang raja
keturunan Kuru,Basuparicara, namanya. Istananya terletak di Cediwisaya. Ia
pandai berbicara binatang dan faham bahasanya,karena mendapat anugerah dewa,Jimat sakti dan sebuah kereta ajaib
“Aramajaya”.
Pada suatu hari, raja Basuparica
berjalan-jlan menikmati keindahan alam sekitar taman istana. Ingin baginda
menjenguk air Suktimati yang biasanya jernih bagaikancermin memantulkan cahaya
matahari di senja hari. Arusnya lembut pula dan tangkas mengelakkan hadangan
batu-batu yang mencongkakkan diri dari dasar sungai. Sentuhannya membersitkan
suara gemericik seolah-olah musik surgaloka. Tetapi alangkah heran dan terkejut
baginda Basuparica, tatkala menyaksikan perubahan sungai Suktimati itu. Arusnya
tiada lagi. Airnya keruh seperti putri bersungut-sungut. Padahal baginda tidak
pernah menerima laporan para juru taman. Tentunya ada sesuatu yang terjadi di
luar pengamatan mereka.
Baginda Basuparica menyelidiki
keadaan sungai itu sampai ke hulunya an tiba di kaki Gunung Kolagiri. Sekarang
tahulah baginda,apa sebab arus sungai Suktimati berhenti dengan mandadak.
Gunung Kolagiri sudah lama jatuh cinta kepada sungai Suktimati itu. Kemudian
lahirlah dua bayi kembar, laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki bernama
Basuprada dan yang perempuan Girika.
Baginda Basuparica murka dan
Gunung Kolagiri dipindahkan dengan mantra saktinya. Kemudian kedua bayi itu
dibawa pulang ke istana. Basuprada tumbuh menjadi seorang ksatria yang cakap
dan tangkas. Ia di angkat mernjadi panglima perang, sedang Girika yang cantik,
mulus dan berparas molek, menjadi permaisurinya.
Suatu kali baginda Basuparica
pergi berburu. Sewaktu melihat keindahan pegunungan dan air sungai yang
bersuara gemericik,teringatlah baginda kepada permaisurinya. Agaknya prmaisuri
Girinda sangat istimewa bagi baginda. Rasa cintanya bergelora. Karena tiada
tahan lagi membendung gelora hati, ia memetik sehelai daun dan mengguratkan
perasaannya. Kemudian ia memanggil burung elang. Syena namanya; dan di utus
mempersembahkan sehelai daun itu kepada
permaisuri. Malang, di tengah jalan Syena di serang seekor burung elang
lainya. Dauin cinta menjadi perebutan dan jatuh ke sungai Jamuna dan di telan
seekor ikan betina. Dan hamillah ikan itu.
Seorang pencari ikan bernama
Dasabala, secara kebetulan menangkap ikan betina itu. Tatkala hendak
disembelih, ikan itu menangis sambil menceritakan apa yang terjadi pada
dirinya.
Ikan itu kemudian melahirkan dua
orang putra. Yang pertama seorang laki-laki yang gagah perkasa dan dinamakan:
Durgandana. Kelak bernama Matsyapati(matswapati) raja negeri Wirata. Sedang
yang kedua seorang putri cantik jelita bernama Durgandini atau Gandawati. Dan
setelah melahirkan kedua putranya, ikan betina itu berubah wujudnya menjadi
bidadari yang sedang menjalankan kutuk
pastu.
Durgandana dan
Durgandini kemudian dibawa Dasabala
menghadap Sri Baginda. Baginda Basuparica yang bijaksana menerima mereka
sebagai putanya. Tetapi karena keringat Durgandini berbau anyir,ia dikembalikan
kepada Dasabala sebagai anak-angkatnya. Durgandini kini membantu pekerjaan ayah
angkatnya, menjadi tukang menyeberangkan orang yang hendak menyeberangi sungai Jamuna.
Sampai disini
pipit betina berhenti bercerita. Yang
jantan tertawa terbahak-bahak. Parasara yang diam-diam ikut mendengarkan,
tersenyum geli pula. Dengan sesungguhnya, ia miulai tertarik. Tetapi cerita
burung masakan benar terjadi? Tepat pada saat itu, ia mendengar yang jantan
berkata mencemooh:
-Tahukah engkau,
apa kata orang bila mendengar sebuah cerita yang tidak masuk akal? Itulah
cerita burung!
-Di bagian
manakah yang tidak masuk akal?
-Masakan di
dunia ini pernah terjadi sebuah gunung jatuh cinta pada sebuah sungai dan
kemudian memperkosanya? Apalagi, sungai itu engkau katakan sampai mengandung
dan melahirkan dua orang anak.berkabarlah yang benar! Berceritalah yang masuk akal! Janganlah meniru
seorang pujangga yang ingin yang ingin menyatakan sesuatu dengan bersembunyi
dibalik ceritanya..............
Yang betina
terdiam dan lama ia berdiam diri. Parasara yang ikut mendengarkan makin
tertambat. Kalau saja kedua matanya dapat pindah di atas ubun-ubunnya, ingin ia
melihat betapa reaksi pipit betina itu dibantah yang jantan. Dan karena pipit
betina tidak terdengar lagi suaranya, tak terasa ia menyenak napas menyabarkan
diri.
-E-hem !
tiba-tiba yang jantan berdeham.-Kenapa engkau jadi perasa?
-Kenapa tidak?
Karena engkau tidak menghargai ceritaku.
-O, bukan begitu
maksudku sayang.- yang jantan membujuk dengan gugup.-Bukankah engkau hendak
menceritakan kisah asmara Raja Basuparica, sayang? Di jaman mudanya dahulu,
Raja Basuparica pernah menjalin kasih asmara di sebuah perburuan yang hanya
disaksikan oleh sungai dan gunung. Bahkan tidak begitu. Ia memperkosa gadis
itu, sehingga mengandung dan melahirkan anaknya. Sungguh malang, dikemudian
hari ia jatuh cinta pula pada seorang gadis yang bertubuh mulus, berwajah
molek. Gadis itu Girika, namanya. Ia tak tahu, bahwa Girika adalah anaknya
sendiri. Apabila hal itu sudah menjadi pembicaraan umum, segera ia
menitipkannya kepada Dusabala. Dan Girika
meninggal, setelah melahirkan Durgandana dan Durgandini. Bukankah
begitu? Durgandini dikabarkan berkeringat anyir. Tentu saja. Suatu aib di mana
saja, akan berbau tak sedap.
-Mmbuang? Kenapa aku harus membuangmu? Tidak,sayang. Ah,mengapa engkau berpikir yang buka-bukan?
Kedua burung itu
kemudian berdiam diri. Mereka tertidur dengan mimpi indah. Dan beberapa hari
kemudian, yang betina bertelur. Yang jantan menjaganya dengan cermat sampai
telur itu menetas.
Sekarang suatu
perubahan terjadi. Setelah telur itu menetas, kedua burung itu tidak
menghiraukan anaknya. Mereka asyik bercumbuan di atas pohon. Padahal si pipit kecil perlu
kehadirannya untuk makan minumnya. Apabila cicit si pipit kecil agaknya merisaukan pendengarannyamereka terbang menjauhi.kali
ini hinggap di puncak pohon yang berdiri di seberang petak hutan. Rupanya
mereka memutuskan hendak bersarang di atas pohon itu.
Menyaksikan
pekerti mereka, Parasara jadi iba hati terhadap nasib si pipit kecil. Nasib si
pipit kecil tidak berbeda jauh dari dirinya. Ia akan jadi yatim piatu pula.
Karena itu, dengan hati-hati ia membawa si pipit kecil menghampiri induknya.
Tetapi induknya tidak menaruh perhatian sedikitpun. Ia bahkan lagi asyik
sendiri dengan yang jantan. Kemudian mengajak yang jantan terbang menjauh
lagi., agaknya dia merasa terganggu.
Dengan tak
dikehendaki sendiri, hati Parasara gemas. Sekarang dia mengejar burung itu
dengan langkah-langkah panjang. Tetapi lagi-lagi, mereka terbang menjauhi. Tak
terasa sampailah ia di tepi sungai Jamuna. Dan kedua burung itu berkicauan di
seberangnya.
7.3 Parasara menghela nafas. Tak dapat ia
menyeberangi sungai itu. Tiba-tiba ia melihat sebuah perahu. Pendayungnya
seorang perempuan cantik.
-Hai perempuan
cantik! Dapatkah engkau menyeberangkan diriku?- teriak Parasara.
Perempuan yang
cantik itu sesungguhnya Durgandini. Mendengar seru Parasara, segera ia
menghampiri dengan perahunya. Dan dengan senang hati ia membawa Parasara naik
ke atas perahunya.
Waktu itu
matahari sangat teriknya. Durgandini mengucurkan keringat. Bau keringatnya yang
tidak sedap menusuk pernapasan Parasara.
Pikir Parasara, kenapa perempuan secantik ini berkeringat demikian
anyirnya.
Oleh rasa iba,
diusaplah keringat Durgandini. Sekonyong-konyong perahu tergoncang oleh ombak dan
pecah menjadi dua bagian. Mereka tercebur di dalam arus sungai yang berputaran
dahsyat dan terlempar di sebuah pulau.
Basah kuyup,
Durgandini mencoba bangun. Namun tenaganya tiada, sehingga perlu ditolong
Parasara. Kedua muda-mudi itu saling pandang. Pakaian yang dikenakan Durgandini
tidak lengkap lagi. Tetapi tatkala sinar matahari terasa menembus seluruh
tubuhnya, keringatnya sama sekali tidak menebarkan bau busuk. Bahkan
membersitkan bau harum sekali.
-Hai,keringatku
! –ia berteriak gembira.
Konon bau harum
keringat Durgandini kini dapat tercium sejauh seratus yojana. Dan semenjak itu,
ia bernama Satayojanagandi. Artinya putri yang mempunyai bau harum sejauh 100
yojana. (sata=100)
Parasara dan
Durgandini hidup sebagai suami-isteri di pulau itu dan melahirkan seorang anak
laki-laki yang berkulit hitam. Anak itu dinamakan W i y a s a.
Pada saat yang
hampir bersamaan, datanglah lima orang pemuda dan seorang gadis yang mengaku
pula sebagai putra-putri Durgandini. Gadis itu mengaku bernama Rekatawati.
Sedang lainnya bernama: Setatama, Gandarwana, Rajamana,Kencaka dan Rupakenca.
Betapa mungkin?
Ternyata kulit
penyakit Durgandini yang terbawa arus, dimakan seekor ketam dan hamil. Kemudian
melahirkan Rekatawati. Ulat (bakteri) penyakit menjadi manusia bernama Setatama.
Bau penyakit menjadi seorang satria bernama Gandawana. Penyebab penyakit
dimakan seekor ikan dan melahirkan seorang pemuda yang gagah perkasa bernama
Rajamala. Kemudian perahu menjadi seorang pemuda tampan bernama Kencaka. Sedang
buritan menjadi seorang satria bernama Rupakenca.
7.4 menurut kitab Asiparwa. Parasara kemudian melanjutkan perjalanannya. Bagaimana
akhir hayatnya. Tiada jelas. Sedangkan Durgandini yang kini bernama
Satayojanagandi memperoleh kegadisannya kembali berkat kesaktian suaminya. Ia
kembali ke negeri dan di terima ayahanda baginda dengan gembira. Lainlah halnya
dengan yang terbaca di dalam kitab Pustaka Raja Purwa. Dengan kesaktiannya
Parasara merubah pulau permukimannya dan hutan di sekitarnya menjadi negara
yang besar. Negara itu dinamakan Gajahoya.(istana gajah) atau Astinapura.
Setelah Wiyasa lahir,ia melanjutkan perjalanan dengan membawa anaknya yang
belum pandai menyusu. Konon diceritakan, anak itu hidup dengan menghirup
sari-sari alam semesta. Karena itu, Wiyasa kelak hidup sebagai insan yang
memiliki keistimewaan. Ia tidak hanya sakti, tetapi ahli tatanegara pula.
7.5 Yang menarik untuk kita renungkan adalah
makna cerita itu. Karena kedua kakeknya (Mannumayasa dan Sakutrem) adalh
mrahmana yang berpandangan jauh, maka Parasara dicetak menjadi manusia modern
pada jamannya. Ia tekun bertapa sampai rambutnya gondrong. Gondrong disini
bukan mewartakan semangat keliaran. Akan tetapi, karena tekunnya belajar. Dan
masa belajar itu sendiri, artinya serba mengurangi kesenangan. Jadi bertapa di
sini, merupakan prosesd penyempurnaan manusia demi memenuhi kebutuhan jasmaniah
dan rohaniah.
Memang :-manusia
hidup harus makan, minum dan tidur secukup-cukupnya agar sehat. Akan tetapi
santapan rohani sangat perlu pula untuk memberi keseimbangan, agar memiliki
gairah hidup, sehingga jiwa tidak mudah gersang.
Dalam mengejar
ilmu kepandaian, kerapkali orang lupa diri. Harus diingat, bahwa ilmu itu
kejam. Artinya manusia bisa dimakan ilmu yang tiada habis-habisnya. Karena itu
Batara Guru (kesadaran hakiki) dan Batara Naradha berkenan mencegahnya dengan
merubah dirinya menjadi sepasang burung pipit.
Burung pipit
sejodoh. Artinya keseimbangan akal dan rasa. Dan hidup bersuami isteri adalah
kehendak hukum alam sendiri demi melestarikan kehidupan. Lebih sempurna lagi,
bila kelak dikaruniai anak. Sebab anak adalah angkatan penerus. Itulah sebabnya
betapa iba dan terharu Parasara (secara naluriah) tatkala sipipit kecil di
terlantarkan induk dan ayahnya. Ia,yang selamanya tidak pernah marah, tiba-tiba
menjadi gemas menyaksikan betapa si induk dan si ayah tidak bertanggung jawab
terhadap anaknya.
Tetapi Parasara
sendiri, sebenarnya di bimbing Batra Guru dan Batatra naradha untuk melakukan
darma kedewasaannya. Yalah bertrmu dengan Durgandini dan kawin. Ini merupakan
gejala yang terpenting dari segala gejala hidup yang penting.
Jadi hubungan
dengan sesama hidup, merupakan gejala yang terpenting dari segala gejala hidup yang
penting. Karena itu hormatilah sesamamu! –pesan orang-orang yang bijaksana.
Sebab bila anda kehilangan sesamanya, anda akan kehilangan semuanya. Baik lahir
maupun batin.
W I Y A S A
ORANG BIASA YANG NAIK
TAHTA DENGAN SEKONYONG-KONYONG
8.1 Parasara memasuki hutan belantara dengan
membawa putranya. Dengan diam-diam ia meninggalkan durgandini, istrinya.
Hati-hati ia menyalimuti si kecil, agar tahan menghadapi dingin hawa. Ia hendak
kembali kepertapaannya. Pertapaan Srungga yang berada di atas Gunung
saptaharga.
Putra yang
dibawa naik ke pertapaan srungga, sudah kita kenal. Dialah sang wiyasa, manusia
yang hendak dibentuknya menjadi manusia lain. Sebab anak itu, tidk akan pernah
menetek ibunya. Ia hidup atas karunia alam. Menghirup sari-sari bumi dan udara.
Bagaimana cara melatih bayi hingga pandai menghirup sari-sari alam semesta,
hanya Parasara yang tahu...(untuk kalangan yoga bukan merupakan kenyataan yang
sensasionil. Guru Putri Giribala, misalnya, hidup menghirup sari-sari alam selama
53 tahun).
8.2 Nama Wiyasa kita kenal sebagai pengarang cerita pahlawan (epos) mahabaratha,
yang teridri dari 18 parva (bagian)
berisikan 100 ribu sloka. Pujangga Panini menyebutnya: Bhagawan
Wiyasa. Oleh anggapan tradisional
dikatakan pula sebagai penyusun kitab-kitab suci Wedha. Vedanta dan
Purana.
Tetapi menurut
kitab-kitab suci Purana, terdapat 28 orang Vyasa. Vyasa di artikan ;Penyusun atau pengatur. Jadi kitab-kitab
itu disusun atau di atur oleh 28 orang. Ataukah arti Vyasa itu terjadi kemudian
demi menghormati Bhagawan vyasa? Dlam hal mencari kejernihannya, terdapat
belasan sarjana barat maupun sarjana timur yang berbeda pendapat.
Walaupun
demikian, mereka dan ditambah dengan anggapan tradisionil dan pendapat ,odern
akhirnya bersepakat untuk menyatakan, bahwa pengarang atau penyusun wiracarita
(epos) Mahabaratha adalah Vyasa. Namanya yang lengkap : Krisna Dwipayana Vyasa.
Adapun naskah Mahabaratha yang orisinil hanya terdiri dari 7000 atau 8000
sloka. Bukan 100.000 sloka.
8.3 Khrisna Dwipayana Vyasa, demikianlah nama
lengkapnya menurut persetujuan para sajana, anggapan tradisionil dan pendapat
modern. Artinya :Manusia lahir dipulau.
Nama itu dikenal khasanah cerita wayang purwa. Tentunya w i y a s a, kakek para
satria Pandawa.
Masyarakat wayang
tidak ragu-ragu lagi dan bertambah yakin, tatkala mereka mengabarkan bahwa
Vyasa adalah anak Resi Parasara dengan
Setyawati,gadis nelayan cantik atas perkawinan yang tidak sah. Vyasa kemudian
di beasarkan dalam lingkungan kehidupan keagamaan dan kesusastraan oleh ayahnya
dan bukan ibunya. Sebab nelayan tersebut kembali menjadi gadis ata restu sang
Resi.
Wiyasa kita
kenal dengan nama Abiyasa, Khresnadwipayana. Dewayana, Sutiksnaprawa,
Rancakaprawa, Wiyana. Masing-masing nama berdiri sebagai lambang. Khresndwipayana,
bukan di artikan sebagai manusia lahir di pulau. Tetapi lebih mendalam lagi.
Khresnadwipayana: hitam mulus. I n t i
c a h a y a yang menerangi jagad. Dewayana: titisnya dewa (divine,
goddelijk) atau pengejawantahan (manifestasi) dewa, karena itu faham akan
rahasia dunia. Sutiksnaprawa : berkuasa menyinari cahaya cerah kepada umat
dunia. Rancakaprawa : pandai menolong orang yang sedang di rundung malang.
Wiyasa :orang yang menjunjung tinggi tata susila dan tata tertib. Abiyasa,
adalah manusia seutuhnya. Manusia yang terdiri dari darah dan daging. Artinya
orang yang tak pernah merasa lebih dan melebihi sesamanya.
Jika demikian,
manusia apakah Wiyasa sebenarnya? Jawabannya : manusia biasa. Manusia seperti kita juga. Manusia yang memiliki
akal budi dan rasa. Tetapi yang memiliki kesadaran
hakiki tinggi.
8.4 Seperti dikabarkan di atas, Wiyasa di didik
ayahnya dalam hal kehidupan keagamaan dan kesusastraan. Kesusastraan di sini
bukan hanya berarti tulis menulis atau pandai membaca saja. Tetapi termasuk
ilmu tata negara, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu keTuhanan
(falsafah hidup), ilmu pertanian, ilmu...ilmu....dan ilmu. Pendek kata seluruh
ilmu warisan leluhur sejak jaman Manumayasa dan Sakutrem. Tak mengherankan,
Wiyasa tumbuh menjadi orang yang serba pandai. Itulah sebabnya, dengan tak
ragu-ragu para penasehat Astina, melantiknya (menunjuk) sebagai pengganti raja negeri Astina. Dengan
demikian, seorang yang berasal dari gunung (orang biasa) yang naik tahta dengan
sekonyong-konyong. Dalam hal ini ibunyalah yang mempunyai saham besar.
Ibunya? Benar, i
b u n y a. Dialah Durgandini atau Satayojanagandi.
8.5 Karena ditinggalkan Parasara, Durgandini
kembali ke negeri. Sekarang ayahanda baginda berkenan menerimanya sebagai
putrinya yang penuh, karena keringatnya tidak anyir lagi. Cepat sekali ia
termasyur keseluruh negeri sebagai putri Satayojanagandi. Putri yang harum
semerbaknya tercium sampai seratus yojana.
Beberapa raja
datang meminangnya,tetapi Durgandini selalu menolaknya. Hal itu membuat
ayahanda baginda heran. Baginda tidak mengetahui latar belakangnya. Durgandini
sendiri, merahasiakan pertemuan dengan Parasara. Hanya kakaknya seorang
(Durgandana) yang di bisiki.
-Kau sudah cukup
dewasa. Sudah menjadi remaja putri ! sudah sepantasnya engkau memilih jodohmu.
Kenapa engkau bersikap dingin ? –ayahanda baginda minta keterangan.
Durgandini tetap
menutup mulutnya, sampai pada suatu hari ia berkenan menerima pinangan seorang
raja yang menggendong putranya. Dialah raja Santanu. Dan putra yang di
gendongnya itu bernama Bhisma. Ibu anak itu seorang bidadari. Ganggadewi
namanya. Setelah melahirkan anak, kembali ke kahyangan. Dengan demikian, si
anak perlu seorang ibu yang menyusui.
Durgandini
terkenang kepada anaknya sendiri. Umurnyapun tak terpaut jauh dengan Bhisma.
Itulah sebabnya, dengan gembira ia mendekap dan memeluk anak itu. Setelah diciuminya
berulangkali , kemudian disusuinya. Sudah barang tentu ayahanda baginda
bertamah-tambah herannya.
Ringkasnya
Durgandini kemudian menjadi permaisuri raja Sentanu yg memerintah negeri
Astina. Dari hasil perkawinannya ia memperoleh dua orang putra. Citranggada
(Citragada)dan Wicitrawirya (Citrawirya).
Setelah raja
Sentanu wafat, Citraganda naik tahta. Bhisma kemudian mencarikan calon
permaisuri dari negeri Kasi. Sekaligus dia membawa dua orang putri.
Masing-masing bernama Ambika dan Ambalika. Ambika menjadi permaisuri
Citranggada, Ambalika menjadi istri (kelak permaisuri pula) Wicitrawirya.
Malang , Raja
Citranggada tidak berumur panjang. Ia mati di terkan Gandarwa
Citrasena.-Wicitrawirya- naik tahta. Diapun mati muda karena terserang
penyakit.
Durgandini
kemudian memanggil Bhisma agar naik tahta. Sebab kerajaan tidak boleh dibiarkan
kosong tanpa berpemerintahan walaupun hanya sehari. Tetapi Bhisma menolak. Dia
menunjuk Wiyasa sebagai penggantinya.
Wiyasa waktu itu
masih tekun belajar diatas pertapaannya. Ia heran,tatkala menerima panggilan
ibunya. Segera ia berangkat dengan mengenakan pakaian seadanya. Tiba di istana
Astina, ia ditunjuk sebagai pengganti raja. Mula-mula ia menolak, karena sama
sekali tidak pernah berangan-angan menjadi seorang raja. Bahkan mimpipun,
tidak. Namun oleh perintah ibunya, ia wajib tunduk. Ia menerima tugas mulia
itu. Sebagai pelengkap ia harus mengawini dewi Ambika dan Ambalika. Kemudian
mengambil seorang istri lagi yang sepadan dengan derajatnya. Dialah Datri,
seorang dayang yang berwatak lembut, berbudi luhur dan berhati suci.
Dengan dewi
Ambika, ia memperoleh seorang putra bernama Drestrarastra. Sayang, anak ini
tuna-netra. Dengan dewi Ambalika, lahir seorang putra pula yang cakap. Namun
berwajah pucat. Putra itu diberi nama : Pandu. Sedangkan dari dayang Datri,
lahirlah seorang putra bernama Yamawidura. Cakap, cerdas dan berbudi luhur.
Tetapi kakinya pincang (panjang sebelah).
Wiyasa membuat
perubahan-perubahan besar dalam tata pemerintahan. Ia termashur dengan nama:
Raja Kresna Dwipayana. Ia dicintai dan dihormati rakyatnya, karena mengenal
masalahnya.meskipun masa pemerintahannya tidak berlangsung lama, namun ia
dikenal sebagai raja yang arif bijaksana. Seorang raja Brahmana yang lebih
mangesankan sebagai pengayom (pelindung rakyat) daripada tokoh yang memerintah.
8.6 Wiyasa tidak pernah ditargetkan oleh
ayahnya sebagai raja. Kalau saja ia erkenan menerima tahta kerajaan,
semata-mata wajib ebrbakti kepada ibunya. Padahal semenjak bayi sampai dewasa,
tidak pernah tersentuh tangan ibunya. Anak yang tidak pernah memperoleh
cinta-kasih ibunya, ternyata memiliki kesadaran
yang tinggi. Inilah yang harus kita resapkan di dalam kalbu sebagai
perbendaharaan hati yang paling mulia dan paling luhur. Ibu, ibu dan sekali
ibu.! Kedudukan seorang ibu wajib kita junjung tinggi. Sebab dari rahim bunda
kita bermula.
8.7 Wiyasa Seorang sarjana dan sujana besar.
Sebagai seorang pengarang (penyusun) cerita epos terbesar di seluruh dunia,
tidak pernah ia memperlihatkan pengetahuannya yang luas atau main doktrinasi.
Padahal dia ikut terlibat di dalamnya. Tak pernah pula ia mengadili tokoh-tokohnya.
Padahal ia tahu akan hukum baik dan buruk, salah dan benar, tulus dan jahat.
Barangkali, karena tokoh-tokoh yang berperan dalam epos Mahabarata adlah
anak-cucunya sendiri. Manakala ia berkenan menulis sepak terjang mereka dengan
jujur, karena bermaksud memohon maaf kepada angkatan penerus yang berkewajiban
melestarikan kehidupan. Jadi bukan bermaksud untuk mengkultuskannya. Manakala
sekarang kita melestarikannya, adalah semata-mata berkat k e j u j u r a n dan k
e t u l u s a n penulisnya.
Karena
kelestarian bersifat horizontal dan vertikal, maka kejujuran itupun harus
demikian pula. Dengan kesaksian-NYA suatu karya akan jadi abadi atau bersifat
abadi.
Inipun berkat
suatu kesadaran tinggi pula. Sebab manusia itu bereksistensi. Yaitu, dihadapkan
pada dirinya sendiri dan dunianya. Dalam tata-kerja, manusia tidak sekedar
merubah dan mengembangkan benda-benda obyektif menjadi benda-benda yang berguna
bagi manusia saja, melainkan juga mengmbangkan dirinya sendiri. Oleh karena
itu, hasil karya dan kerja seseorang tidak lain adalah sarana untuk menyatakan
dan menampakkan dirinya dan sekaligus menunjukkan hubungan manusia dengan
sesama.
Presatasi atau
kesadaran beginilah yang telah dicapai Wiyasa.
8.8 Semenjak kanak-kanak, Wiyasa tekun belajar
tanpa target sesuatu. Artinya, bukan angan-angan muluk yang menyebabkan. Dia
hanya disadarkan oleh ayahnya. Hidup ini untuk
m e l i h a t dunia. Dan untuk
dapat melihat dunia,sesorang harus berbekal ilmu. Karena itu,wajib seseorang
belajar ilmu. Ilmu apa saja. Karena ilmu itu merupakan sarana proses pematangan
kedewasaan, baik lahir maupun batin. Inilah yang membedakan kodrat manusia dan
binatang. Manusia berakal budi. Binatang, tidak.
8.9 Setelah naik tahta, Wiyasa sadar akan arti
kedudukan generasi penerus. Maka wajiblah ia mendidik agar menjadi proses
pematangan secara berkesinambungan, baik lahir maupun batiniah. Karena
Destrarastra tuna-netra, perhatiannya tertuju pada putra kedua :Pandu.
Seperti ayahnya,
ia menangani pendidikan dan pengajaran Pandu secara langsung. Ia bisa hidup
sebagai seorang rakyat biasa. Meskipun tetap menjaga tata-tertib dan tata-atur
yang sudah disetujui bersama, namun ia tidak merasa kaku terhadap
ketentuan-ketentuan yan gberlaku sebagai raja. Dengan teratur ia menyisihkan
waktunya. Kalau perlu ia terjun langsung untuk membimbing putranya demi
keberhasilannya. Hal ini pernah dilakukan, tatkala Pandu menghadapi kesulitan
melawan kesaktian Narasoma.
Narasoma
mempunyai ilmu sakti bernama: Aji Candabirawa. Bila dimantram, aji itu mengeluarkan
ribuan raksasa kecil yang sangat ganas dan kebal dari sekalian senjata. Jika
musuh menghantamnya, jumlah raksasa kecil itu menjadi berlipat ganda. Kalu
perlu sanggup memenuhi persad bumi.
Berlawanan
dengan musuh yang mempuya mantra kesaktian demikian, Pandu terdesak mendur. Dan
Narasoma kemudian mengejeknya. Katanya dengan mencibirkan bibirnya :
-Ah! Jadi
beginilah kehebatan Pandu? Seringkali kudengar kabar, Pandu calon raja Astina.
Kesaktiannya tak ubah dewa. Dia pernah memunuh raja raksasa Tremboko yang
disegani dewa. Sekarang dimanakah kesaktianmu itu ? kata orang, engkau putra
Wiyasa yang serba pandai. Kabarnya dewa sampai berguru kepadanya. Sekarang,
dimanakah ayahmu berada ? mengadulah kepadanya! Narasoma tidak akan undur
selangkahpun, meskipun hendak kau rebut beramai-ramai.
Pandu
menundukkan kepalanya. Tatkala hendak menyatakan kalah, Narasoma mengejeknya
lagi , katanya dengan suara tinggi :
-Sebenarnya
engkau seorang laki-laki atau banci?
Atau seorang perempuan, malah? Apakah karena pertaruhannya belum sepadan ?
baiklah, begini, akupun mempunyai seorang adik perempuan,yang tak kalah cantik
daripada Kunti. Namanya Madrim. Sekarang kupertaruhkan pula. Jika aku kau kalahkan,
ambillah ia sebagai istrimu. Kalau tak sudi, jadikanlah budakmu. Kau takut
memberinya makan minum? Biarlah aku yang mengirimkan makan-minumnya.
Bukan main
mendongkol hati Pandu. Tetapi ia harus mengakui kenyataan yang tak bisa
diungkiri. Dia mersa kalah. Tiada ia memiliki pegangan kuat untuk melanjutkan
adu sakti itu. Semua senjatanya tidak mempan menghadapi raksasa Candabirawa.
Bahkan keris kalanadah, pusaka warisan Sakutrem, tiada berguna. Tatkala hendak
melarikan diri, sekonyong-konyong ia melihat wajah seseorang yang sangat
dikenalinya. Dialah Wiyasa, ayahnya yang sangat dihormati.
-Ayah ! serunya
girang.-Siapakah yang mengiringkan paduka sampai menyusul hamba kemari? Dengan
apakah ayahanda.....eh...maksud hamba...dengan berkendaraan apakah paduka datang
kemari?
-Sudahlah Pandu.
Aku datang dan akupun datang. Lawanmu memiliki aji Candabirawa. Meskipun
demikian, engkau tidak boleh melarikan diri. Bukankah engkau anak-keturunan
Saptaharga?
-Benar. Tetapi
dengan senjata apakah hamba hendak mengalahkannya?
-Yakin dan
berimanlah kepada yang menciptakan dunia ini. Jawab Wiyasa dengan tenang.
–ketahuilah, anakku. Candabirawa terjadi dari nafsu. Karena itu,makin engkau
bernafsu makin menjadilah ia. Narasoma tahu akan hal itu. Maka ia sengaja
membakar hatimu. Nafsu tidak berlaku bagi orang yang tidur lelap. Bila
engkau.....
Sampai disini
Pandu tidak memerlukan penjelasan lagi. Segera ia kembali menghadapi
Candabirawa. Kali ini dia berdiri tegak dengan bersemadi. Semua nafsu yang
bergolak dalam dirinya, diendapkannya. Karena sudah biasa mengurangi
makan-minum, berpuasa demi mengendalikan hawa nafsu, maka ia tidak menapatkan
kesukaran lagi. Menghadapi manusia demikian, habislah kekuatan Candabirawa. Ia
lenyap dri penglihatan. Dan demikian Pandu dengan mudah dapat meringkus
Narasoma.
Bersambung.....
Sumber : Wayang, Apa dan Siapa Tokohnya SKM Buana Minggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar